BUNDA DI BERANDA RUMAH

symponi gelak tawa di beranda rumah begitu mengendap dalam dada
kugoreskan tinta sebagai pangantar resah
tinta yang kudapat dari bahasa sayangmu Bunda

tapi Bunda, kini tiada tinta yang mengalir selain dari mataku
tanganku letih!
maafkan aku

Bunda, apakah saat ini kau sedang duduk di beranda rumah?
sepertinya, ya, dan memang seperti biasanya
sama seperti dulu waktu menunggu ayah
kau pasti sedang melihat senja sambil mendekap erat poto keluarga

“Haaah!” Bunda,
apakah ayunan di belakang rumah yang dibuat ayah masih ada?
tempat kami mengenal suka dan sayang
semoga saja
apakah kaca matamu masih sama?
seharusnya sudah diganti
apakah kau masih sering duduk di depan masin jahitmu hingga larut malam?

Oh, betapa kutak berguna
membuatmu sejenak rebah pun tak bisa


Bunda, kau pasti sedang tertawa geli dengan segala lamunanmu tentang kami
tentang masa kecilku, adik kecilku si bungsu, abang dan kakak perempuanku
meski kadang membuatmu menarik napas panjang dan mengusap dada
tentang kami yang bernyanyi sumbang meminta susu, mengganggu tidurmu
tentang kami yang kerap buang hajat sembarang meski kau sedang makan
tentang kami yang senang bermain lumpur dan air comberan
tentang kami yang selalu merengek-rengek ini dan itu
tentang kami yang membuatmu girang bukan kepalang sebab terujar untuk pertama kalinya dari mulut kecil kami kata: Bunda

Ah! langit menjadi terlihat pekat menghitam siap menebar polutan
Bunda cuaca sedang jahat! Masuklah
tak usah kau bergeming di beranda rumah meski rindumu sudah menggunung
Bunda, aku tahu kau pasti mendengarku meski jauh di sana

Bunda, Oh, Bunda
kau memang keras kepala
baiklah!
aku mamang takan bisa memaksa jika itu maumu
gunakanlah sesuatu untuk menyelimuti tubuh rentamu
kulit keriputmu takan sanggup menahan tikaman angin dan hujan
ambilah kain, jaket, sweater, payung, obat-obatan, multivitamin, kaus kaki atau apapunlah untuk melindungimu,
paling tidak lindungilah dirimu dengan prisai doa

Oh, tidak!
aku lupa, semua itu sudah kau berikan pada kami
Bunda!


Bandung, 9 Desember 2009

TIADA RAHIM DI TUBUH

di malam cumburayu bertabur beribu
lenggaklengok tubuh mendayudayu
lambaian tangan kemayumerayu setiap mata tuk bercumbu
moleknya tubuh dibuat susahsungguh terpajang disorot lampulampu

kepulan asap terbanting di tampar angin hilang di antara cekungan mata yang hitam ditikam malam

malam menjemput subuh
sorotan lampu berlalu
tiada batang tubuh yang hinggap tergolek dan melenguh
mereka pun hilang di antara lamatlamat lampu
namun akan kembali dan bertumbuh
meski tiada rahim di tubuh

Bandung, Oktober 2008


Baca Lagi...

Puisi jelek

DAUN-DAUN

lamatlamat lampu fakultas samarkan daundaun melayang terbanting angin terdampar di rambutku batu tanah dan selokan betapa rapuh dengan yang tak nampak saja berguguran daun yang sejukan mata esok jadi sampah bagitu mudah semua berubah




Baca Lagi...

Pelajaran SD

Mau nangkep teroris kok ceramah yang diawasin. Seolah-olah Da’i, Ulama, Mubaliq itu mengajarkan kekerasan atau terorisme. Apa ini yang dikatakan guru SD saya, “Generalisasi yang tidak Mendasar.” Mengambil kesimpulan hanya dari beberapa contoh yang tidak mewakili keseluruhan. Hanya kerena beberapa oknum teroris di Indonesia kebetulan beragama islam, digeneralisasikan seoleh para mubaliq, ustad mengajarkan terorisme. Apakah tindakan kepolisian ini tidak akan mendiskritkan agama islam.? Apakah justru tidak akan melanggar HAM? Lalu di mana perlajaran yang pernah diajarkan guru SD saya tentang pasal 29 ayat (2). Bunyinya kalau gak salah kayak gini “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Trus di mana jaminan kemerdekaan untuk beribadah menurut agama masing-masing kalau diawasi.



Saya bingung, kok kepolisian terkesan melebarkan masalah dan buang-baung waktu, biaya, (mubazir). Padahal kan kerpolisian tahu kalau doktrinasi terorisme, gak bakal dilakukan melalui dakwah atau ceramah-ceramah di tempat terbuka, karena mereka tahu dalil-dalil mereka lemah, jika diadakan debat terbuka mereka pasti kalah, so teroris biasanya melakukan sepak terjangnya secara tertutup, dan mencari “calon pengantin” (dalam istilah M Top dan kawan-kawan) adalah mereka yang pemahaman agamanya kurang. Bukankan kita setuju kalau terorisme itu musuh semua agama. Tidak ada agamanya yang mengajarkan kekerasan. Semua agama cinta kedamaian. Bukankah akan menjadi indah jika Kepolisian Republik Indonesia dapat merangkul semua tokoh agama baik biksu, pendeta, ulama, Da’i, Mubaliq, Kyai, Ustad untuk bersama-sama (ingat selogan SBY bersama kita bisa) memerangi terorisme, karena terorisme musuh semua agama.
Baca Lagi...

Puisi AL-Mauki Solihin

SENJA JINGGA

detik jam terus berputar
sedetik, semenit, sejam
dan setengah windu kini tak terasa

t’rus berputar merubah masa
tapi tidak!
kala senja terlukis jingga
detik berganti arah indah dan sesakkan dada
tiadalah rasa ini kan berubah
maka hanyutkanlah rinduku agar berlabuh
tak membeku dan membantu dalam sembilu yang s'lalu kutunggu
memanggil-manggil namaku dari negri jauh
jauh melengking, mendayu-dayu

malas sudah kubuka mata
tidur saja
selamanya

Bandung, 2008




Baca Lagi...

Puisi Ferdinan De J Saragih

Duka dan Bahagia ;Tua Gatuh
a
Adakah terang setelah gelap Begitu pagi
setelah Malam, dukaku terlalu berat
Tak terjamah olehku
Apakah lusa dukaku bahagia
Embun itu telah beranjak dan berhenti menetes
Dunianya telah berbeda, embun itu
tak akan menetes lagi ucap mereka

Aku telah lama sadar akan manusia
Mengimaninya layaknya Tuhan
Kini iman itu lesu termakan duka
Menyelimuti seluruh jiwa yang lama terbuka
Semua telah terlambat saja
Namun apakah sia-sia
Jika aku menyerahkan bunga-bunga
Kepada embun yang telah tiada?

Bandung, 2009

Dari Rantau buat Ayah

Malam itu tertatih menuju dininya hari
Berarti pagi telah mengantarkanmu kembali
Kepada dongeng masa kecil
Kusebut sebagai kelahiran
Tanpa tercatat ingatanmu lagi
Dongeng itu lama terseret
Dari beribu catatan tentang anakmu

Kau lupa ulang tahunmu ayah
Karenaku dan saudaraku
Kau mampu menghilangkan
Segala makna yang sangat berarti
Adakah kau menangis
Jangan kau cekam tangis itu
Biarkan masa kecilmu dimulai lagi
Dari pagi itu, hingga malam

Natal, 2008

Baca Lagi...

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 LUKISAN KATA |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.